Jumat, 15 April 2016

Dibawah Langit Triton Kaimana

Siapa yang tidak kenal dengan kaimana? Salah satu kabupaten di Papua Barat, yang diresmikan pada tanggal 11 April 2003.
Kami menyembutnya negri senja. Negri kecil, yang kaya akan potensi alam dan budaya.
“Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.” Pribahasa yang pas, jika kau berkunjung di negri kami ini.
Maksudnya, kau tidak hanya bisa menikmati senja yang telah ditawarkan langit, tapi juga tentang keragaman suku, bahasa dan keindahan laut.
Cerita ini dimulai, pada bulan April 2012. Saat itu, kaimana menjadi Tuan Rumah MTQ tingkat Provinsi Papua Barat. Tidak heran, jika kami selaku tuan rumah menginginkan yang terbaik bagi para pengunjung.
Ada yang unik disana. Bila ada acara besar seperti ini tiba, kami lebih nyaman menyambutnya dengan cara Tradisional. Salah satunya, memasak makanan dengan menggunakan kayu bakar. Tentang kompfor? Kami memilih melupakannya sejenak. Bukan tak tahu cara menggunakannya, tapi ini cara kami untuk menjaga kerukunan didalamnya.
Di jamin, kau pasti iri dengan keakraban kami. Jangan kau tanyakan tentang agama kami. Jika berkumpul seperti ini, maka jarak antar mesjid dan gereja, tidaklah sejauh itu.
Kebetulan guru Agama (islam) saya Pak Ahmad Nasrauw, termasuk kedalam Panitia penyelenggaraan MTQ. Salah satu tugas beliau adalah menyampaikan undangan ke beberapa kampung dan skaligus menyiapkan kayu bakar untuk perlengkapan konsumsi.
Lalu timbullah inisyatif dari guru kami ini, untuk mengumpulkan dahan kayu kering di beberapa Pulau terdekat. Singkat cerita, saya dan beberapa teman kelas diajak beliau untuk turun ke lapangan. Tentu saja dengan izin orang tua terlebih dahulu. Kami yang keseluruhannya berjumlah 20 Orang (7 perempuan dan 13 laki-laki), siap untuk berangkat keesokan harinya.

Tepat pukul 08:00 WIT, kapal kami bertolak dari pelabuhan kaimana menuju arah tenggara kota ini. Perlengkapan yang kami bawa pun, hanya seperlunya saja. Kami juga mempersiapkan beberapa barang untuk bermalam. Takutnya, waktu tidak memungkinkan untuk kami kembali dalam sehari.
Beberapa pulau sudah kami singgahi, tak terasa sampailah kami pada pulau yg terakhir, “Triton” namanya. Beberapa jejeran pulau kecil, yang sekilas mirip seperti Raja Ampat. Tapi karena Triton ini, belum terlalu di expose, jadi ada baiknya bagi mereka yang mengejar kenyamanan tanpa mengeluarkan banyak Budget untuk hal satu ini.
Jarak tempuh dari Kaimana ke Triton, kurang lebih 2-6 Jam. Tergantung transportasi apa yang digunakan saat itu. Kalau ingin bersantai-santai ria seperti kami, bisa juga menggunakan kapal nelayan dari masyarakat. Soal  harga Transportasi, bisa dirundingkan lagi dengan sang kapten. Berhubung kami sedang melakukan tugas bangsa dan negara, jadi terhitung gratis

Saya harus akui keindahan senja di negri ini. Tapi baru kali ini, tampak sisi lain dari keindahan kota kami. Hanya ada dua kata, saat kapal kami ingin bersandar di pulau ini “TERLALU INDAH”. Pasir putih yg terbentang dipesisir pantai, udara sejuk yang berhasil mengundang keheningan dan air laut yang sekilas seperti kaca. Bukan hanya itu, tak ada jejak kaki disana. Permukaan pasir, yang sedikitpun belum tersentuh oleh kaki manusia.

 “Tssssssss...” Terdengar suara hempasan tubuh seorang teman dari belakang kapal. Suara itu sekaligus, menjadi pembuka keheningan kami. Satu persatu, mulai melompat dengan gaya bebas. Ada yang langsung lompat, ada yang menggunakan pelampung terlebih dahulu kemudian melompat (ini yang tidak tahu berenang), ada juga yang menunggu hingga ke bagian dangkal pantai karena tidak tahu berenang, skaligus tidak ingin memakai pelampung (ini saya).
Melompat kesana kemari dan membangun istana kecil diatas pasir. Tidak terasa, kanvas biru langit mulai berwarna jingga. Kami yang sejak awal, sudah menduga akan bermalam di pulau ini. Tidak begitu terburu-buru, untuk menikmati air laut. Setelah puas bermain dengan air laut. Sesegera mungkin membasuhi tubuh kami dengan air tawar,  yang sudah disediakan pak Ahmad. Beliau memang sudah mempersiapkan segala kemungkinan dengan matang.

Semuanya terlihat sibuk memasang tenda, menyiapkan perlengkapan dapur, menyalakan lampu gas dan ada juga yang mempersiapkan makan malam.Kami sengaja menjulurkan terpal biru diantara tenda putri dan putra. Anggap saja, terpal ini ruang tengah kami untuk berkumpul.Jadwal malam ini adalah sholat, makan malam dan kemudian buat api unggun (sambil membahas jadwal untuk keesokkan harinya). Duduk melingkari api unggun, ditemani nyanyian ombak yang perlahan menghilang.

Tak terasa pagipun tiba. Setelah sholat subuh berjamaah, kami menyantap sarapan (yang sudah disediakan ibu Mina). Setelah itu, bergerak mencari anggrek di sekitaran hutan pulau ini. Alih-alih berniat mencari anggrek, saya dan beberapa teman yang tidak begitu tertarik dengan bunga, berinisyatif untuk menjelajahi sisi lain dari pulau ini. Kami sengaja terpisah dengan kelompok lainnya, demi menjelajahi pulau ini. Dan demi Tuhan. Itu terlalu indah untuk sebuah pulau. Bagaimana tidak! Bayangkan saja, kau berdiri di sebuah tebing yang tidak terlalu curam, lalu dari atas tebing kau disuguhi panorama laut biru tanpa ada pijakan pasir dibawah. Menghirup udara pagi yang membawamu sesaat ke dimensi lain. Mungkin saya akan dengan senang hati, jika tersesat dipulau seperti ini.


Berhubung Batrei Hp saya tak bisa diajak kompromi, jadi foto yang di dapatkanpun  hanya beberapa saja. Tak apalah! Tak perlu lensa kamera untuk menggambarkan keindahan pulau ini. Karena percuma saja, apa yang terbentang luas didepan sana, tak bisa disimpulkan semudah itu dengan hanya memandang sebuah gambar. Percayalah! Ini bukan tentang promosi atau apapun. Hanya ungkapan hati yang jujur akan negri kami. 

(Kiri ke kanan: Hervandy, Khaidir, Wahyu, pak kella, ibu Ria, Christi, Eko, Hajia, Saya)

(Baju Biru itu pak Ahmad guru agama kami)

(Berpose ria dengan anak-anak Rohis)

(Waktu basuh badan dengan air tawar)

(Perjalanan pulang ke kota kaimana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar