Udara dingin, hujan, guntur, kilat dan dilengkapi dengan badai malam itu. Membuat hampir tak ada aktivitas manusia di luar sana. Tepatnya kamis malam, aku masih ingat hari itu. Hari dimana ayah mengingatkan kami untuk membaca Al-khaf. Badai, kilat dan guntur sudah redah. Namun di luar rumah, masih tersisa hujan rintik dan udara dingin.
Malam ini tak seperti biasanya ayah dan adikku sholat dirumah, sholat berjamaah dengan aku, ibu dan kakak ati. Sebelum aku lahir, ayah dan ibu sengaja membuat musolah di ruang depan samping ruang tamu. Yang fungsinya selain untuk sholat, kami juga biasa bersenda gurau disana. Mengaji, berdiskusi, bahkan ayah sering membawa bekal ceramah yang beliau dengar di Masjid untuk diceritakan ke kami. Tentu saja bergiliran dengan apin adikku.
Kembali lagi ke suasana malam itu yang dingin dan berembun. Tepat jam 20:15 WIT. Ada suara ketukkan pintu didepan rumah kami. Itu terdengar agak samar, karena beradu dengan bunyi hujan yang turun.
"Assalammualaikum! Assalamualaikum!" terdengar suara seorang lelaki.
"Walaikumsalam!" balasan salam dari ayah, yang membuat aktivitas kami berhenti sejenak.
"Ayah! balas salam dari siapa? memangnya ada yang beri salam?" tanya ibu penasaran.
"Lah ibu gak dengar? itu ada orang diluar." jawab ayah sambil berdiri menuju ruang tamu.
Aku, ibu dan kakak saling bertatapan penuh tanya. Siapa yang bertamu dengan cuaca tak berahabat sperti ini? Mungkin mendesak.
"Eh silahkan masuk!" sapa ayahku dengan nada bersahabat.
Nampaknya ada 2 suara lelaki diluar sana. Mungkin teman ayah.
Tak berapa lama kemudian. Ayah memanggil kakak untuk menyeduhkan minuman hangat untuk para tamu.
Jam dinding menunjukkan pukul 20:30. Sudah 15 menit mereka berbincang, namun pembahasan kali ini sepertinya sangat serius. Dari suara ayah dan kedua tamu ini, nampak suara pak kyai yang paling khas dari suara tamu lelaki yang satunya.
Setelah kakak balik dari ruang tamu, tak menunggu lama untuk mewawancarainya.
"kak! Itu pak Kyai dengan siapa?" bisik ku.
"Nggak tahu dek, mungkin anak muridnya pak Kyai. Kakak juga belum pernah lihat sebelumnya."jawabnya dengan santai.
"Kak! wajah lelaki yang sama pak kyai itu adem banget ya k'!" masih dengan suara berbisik.
"Loh kok kamu tahu? kakak aja yang ngantarin minuman kedepan gak tahu." tanyanya heran.
Sambil cekikikan "iya hehehe tadi aku ngintip di balik pintu."
[Beberapa menit kemudian]
Ayah memanggil ibu untuk bergabung dengan mereka, tak lupa juga dengan ati, kakakku.
Aku yang sejak tadi sudah di buat penasaran oleh niat kedua tamu ini, masih memikirkan berbagai kemungkinan di dalam musolah. "Mungkin mereka sedang berdiskusi untuk acara di masjid dua minggu mendatang. Atau mungkin (sambil senyum) itu calon suami kakakku yang dijanjikan Allah selama ini hihihi aamiin.
"Jadi begitu bu, kedatangan kami, kiranya bapak sekeluarga bisa merespon maksud kedatangan kami, paling lambat 3 hari lagi. Jika sudah siap, bapak bisa memberi kabar kepada saya. Ini nomor saya." sambil menyodorkan kartu nama pak kyai.
"Makasih banyak pak! maaf mengganggu waktunya. Kami pamit dulu!" lanjut pak kyai.
Saya yang tak begitu dengan jelas mendengar percakapan mereka, berusaha menyibukkan diri dengan membereskan sajadah dan mukena yang tadi kami gunakan.
"Iya hati-hati pak! Salam buat ibu dirumah!" suara lembut ibu mengantarkan mereka di depan pintu.
[Akhirnya kami kembali berkumpul di musolah]
Adikku apin yang sudah sejak tadi beranjak ke kamarnya, tidak sedikitpun menghilangkan niatku untuk mengikuti jejaknya (tidur terlebih dulu dan kehilangan informasi penting ini).
Suara ayah segera menutupi keheningan.
"Menurut ayah, tak ada salahnya kamu ikhtiar kak. Isi biodata ta'aruf kamu yang dikasih pak ustad tadi. Jika kamu siap dan mengisinya. Maka ayah akan mengabarkan pak kyai secepatnya. Atau ada baiknya, kamu istikhoro dulu. Kalau setelah 3 hari kamu masih belum yakin dan masih ingin istikhoro, nanti ayah minta waktu lagi untuk kamu. Bagaimana bu?" menoleh ke arah ibu.
"kalau ibu inshaallah yakin, pilihan kamu adalah pilihan ibu juga. Ibu sudah memberikan yang terbaik untuk mendidik anak-anak ibu. Jadi inshaallah, kamu bisa terapkan ajaran itu, untuk menjadi amalan sekarang." jawab ibu.
"Jadi kau dilamar kak? wah hahahaha...akhrinya laku juga! Alhamdulillah ya Allah." Kegilaanku kemudian kambuh. Padahal kakakku yang dilamar, aku yang senang. Syukurnya kegilaan itu tidak berlangsung lama. Tatap mata ibu yang seperti ingin mengusirku keluar dari ruangan, membuat suasana kembali hening.
"Sebelumnya trimakasih karena ayah dan ibu, sudah berkenan mendengar pendapat saya. InshaAllah nanti malam dan beberapa hari kedepan saya akan sholat istikhoro dulu. Setelahnya jika saya yakin, maka jawabannya akan saya sampaikan ke ayah dan ibu segera. Saya juga mohon doa agar Allah memudahkan segalanya dan inshaAllah memberikan yang terbaik pula." jawabnya dengan bijak.
"What???? hahaha sudah kayak di sinetron saja. Itu tadi barusan mereka sedang main film kan? hahaha..kenapa si kupret ini berubah jadi bijak hahaha (sambil senyum-senyum sendiri)"
"Baiklah! Kita sudahi saja diskusi ini. Ayo tidur! Biar bisa bangun qiyamulail." ajak ayah.
"Loh kita yah? kan cuma kakak yang sholat." (cetusku)
"Ketahuan jarang sholat malam kamu dek! (sambil menjulurkan lidah kearahku)."
Aku yang tak bisa membalasnya, hanya bisa terdiam. Memang benar, diantara keluarga kami, kakakku lah yang paling rajin beribadah sunnah. Tentang sholat wajib? jangan tanyakan lagi, beliau yang sering mengajak aku dan ibu, jika menunda-nunda sholat.
[3 Haripun berlalu]
Semalam kakak, ayah dan ibu sudah berdiskusi kembali soal ini. Dengan jawabannya, aku dan adikku pun tak tahu menahu soal kelanjutan ceritanya.
Aku baru tahu dua hari kemudian dari beberapa lembar kertas yang tertata rapi diatas meja kerja kakak.
"Biodata Ta'aruf" Jrengggg....
Niat awalku mau membacanya. Hanya saja, sudah dicegat duluan oleh si calon pengantin wanita ini. Acieeee...
"Baca sama-sama yuk! Tapi panggil ibu juga." ajak kakakku.
Wahhhh hahaha siap bos! aku panggil ibu dulu.
Singkat cerita, ini ikhwan adalah lulusan UGM Jogjakarta. Beliau sekarang bertugas di Padang sebagai dokter anak. Beliau yang kebetulan tinggal di jogja dan beberapa tahun lalu tak sengaja bertemu kakakku waktu sedang kuliah di Solo. Mereka bertemu, saat kakakku berkunjung ke jogja, entahlah tepatnya dimana. Nah dari situ, timbul rasa suka. Cumannya kata si pak dokter ini, waktu itu dia masih sibuk ngurusin kuliah dan belum siap untuk memikirkan hal lain. Si pak dokter ini sebelumnya memang tidak bertegur sapa dengan kakakku. Tapi beliau diam-diam mencari tahu kakakku lewat beberapa perantara. Terutama lewat sosial media. Sejauh ini, hanya itu yang aku masih ingat tentang si ikhwan ini.
Sholat wajib inshaAllah lancar, mengaji juga lancar inshaAllah. Bagaimana tidak? sebelum memutuskan untuk bekerja sebagai dokter di padang (kota kelahirannya). Beliau sempat mondok di pesantren Al Huda Solo.
Untungnya, Allah membantunya menyimpan perasaan yang selama ini ia pendam.
Usut punya usut, istri dari pak kyai ini ada darah padang juga. Jadi si ikhwan ini sekalian mencari info orang padang yang tinggal di kota kami.
Oh iya, namanya Muhammad Azmi abdillah (yang mana arti Azmi sendiri adalah keteguhan hati *ini juga aku cari artinya di google).
MashaAllah :') jadi iri aku padamu kak.
Dalam semalam saja, Allah buat semuanya menjadi jelas. Jadi untuk apa kau takutkan? Dan saat itu seluruh alam semesta bergema takbir untuk merayakan kesabaranmu. Hanya sebentar saja kak, sebentar lagi. Perkaya hatimu dan lisan dengan dzikir, dengan kalimat yang baik lagi menenangkan.
Tetap pertahankan amalan wajib dan perbanyak amalan sunnah.
Semoga Allah, para penghuni surga, serta para penghuni bumi ikut senang dengan hari itu.
Hari dimana kau diserahkan dengan ikhlas dari ayah, ke tangan lelaki asing yang menjadi penuntunmu ke surga Allah.
Secepatnya :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar