Mr. Bian!
Lahir 28 Desember 1992.
Tentangga sekaligus orang yang menjagaku selayaknya seorang adik.
Kita berpisah di tahun 2005.
Papa aku, dipindah tugaskan di kota lain.
Sayangnya jejaring sosial masih belum terlalu populer saat itu, sehingga sangat sedikit kemungkinan, kita untuk saling mencari. Akupun tak sempat meminta nomor kontakmu. Maklum saja, anak SD kelas 5 sepertiku tahu apa tentang tukeran nomor.
Juni 2014 aku menemukanmu kembali di Facebook. Betapa senangnya hati ini. Bagaimana tidak? Sudah 9 tahun kita tak saling bersapa seperti dulu. Aku rindu waktu itu, saat kau menunggu di depan rumahku untuk mengaji bersama di rumah pak kyai. "Wah ini beneran dia?" Tak sabar, aku mengutak atik foto di profil FB nya.Wajahnya tak berubah, hanya saja dia lebih terlihat dewasa sekarang. Mahasiswa universitas pasundan bandung? Yah!! tahu gini, saya juga dulu bisa daftar masuk ke uni. yang sama.
1...2...3 bulan aku menunggu, masih tak ada balasan darimu.
Sepertinya kau memang jarang menggunakan jejaring sosial yang satu ini. Aku bisa menebaknya dari sedikit sekali status yang kau tulis, dari pesan dinding ucapan ulang tahun yang tak kau balas satu persatu.
8 September 2013.
Katakan bahwa mereka sedang bersandiwara Bian!
Itu apa-apaan? kenapa mereka mengirim status Rest in Peace di dindingmu?
Oh come on!!!!!! ini tak lucu. Aku belum bilang kalau aku rindu padamu. Aku juga belum cerita tentang keberadaanku di pulau jawa.
Segera aku ambil telepon genggamku dan melacak kebenaran berita ini. Satu persatu teman kecil, aku hubungi.
Dan mereka bilang, benar kau akan di makamkan sore nanti, di tempat pemakaman umum Nabire-Papua.
Tak ada pilihan lain lagi. Segera ku ambil wudhu dan melaksanakan sholat mayat untukmu.
Membaca surat yasin dengan nada membeku.
Aku bersaksi, kalau kita pernah mengaji bersama. Kita pernah belajar sholat bersama.
Entah kapan aku bisa berjumpa lagi.
9 Tahun tak bersama? kini bukan 9 tahun lagi, tapi selamanya.
Alih-laih menunggu penerimaan pertemanan kita, aku lebih baik membatakannya, agar tak terlalu berharap. Berharap dengan seusatu yang selamanya tak akan pasti.
Sekarang aku merasakannya. Kalimat itu!!
"Jika orang yang terkasih bagimu meninggal. Maka yang meninggal itu, pergi dengan membawa separuh hati orang yang ditinggalkan. Dan orang yang ditinggalkan, hidup dengan separuh hati yang tersisa."
Semoga Allah mengampuni dosamu dan meridhoi untuk berada jauh dari neraka yang Ia ciptakan
Salam rinduku dalam lantunan Al-fatihah, untukmu Febian Hayatullah kumaini Hanafi.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar