Minggu, 24 April 2016

Senyuman Nenek

"Jerman" atau lebih terkenal dengan sebutan "Deutschland" di benua Eropa.
Negeri yang terkenal mampu bersaing di kanca International. Baik dalam segi Olahraga maupun Olahotak.
Negara jerman sendiri, terbagi menjadi dua negara bagian. Yaitu Jerman timur dan Jerman barat.
Sejauh ini segi ekonomi dan pembangunan, bagian barat masih unggul di banding bagian timur jerman.
Tak hanya kedua segi itu, ada segi lain yang sampai sekarang masih mengkhawatirkan kami para pendatang.
"Sosialisasi" atau "Interaksi" penduduk jerman asli terhadap non jerman.

Bagi kami yang sudah lebih dari setahun hidup dijerman, bisa membedakan dengan baik mana penduduk jerman timur dan barat.
Penduduk jerman di bagian barat biasanya ramah (kalau disapa, pasti direspon dengan baik) dan juga cepat akrab. Tapi jangan kaget kalau suatu saat, kamu lagi butuh dia dan dia tidak ada disana. Kata "kita" sudah tak ada lagi, saat sudah tak ada urusan satu sama lain.
Kalau orang jerman timur, mereka lebih jujur. Kalau dia tidak menyukaimu, walaupun sudah kau pasang senyum peps*den juga sama aja bung, tidak ada respon. Kalaupun ada respon, pasti ekspersi heran yang kau dapati, heran liat kau yang sok akrab.
Tapi jangan salah, biar kata mereka kurang welcome sama Ausländer alias orang asing,tapi pas sekali dekat, maka kau akan liat sisi lain orang indonesia yang ada pada  mereka. Sisi orang indonesia yang ramah, akrab dan JUJUR.

Saya sendiri sekarang sedang berdomisili di jerman timur, alhamdulillah belum pernah yang namanya di ganggu atau dikatain kasar sama mereka. Tapi tidak untuk yang kemarin. Tahu aja sist, orang indonesia gimana mentalnya, kalau di katain yang gak enak di dengar. Jleb dong, pengen marah tapi ini negara dia. Lagian malas cari ribut juga.

Jadi ceritanya, saya kan baru pulang kuliah sekitar jam 11 siang. Kebetulan ada urusan sedikit di Zentrum (pusat kota). Naik bus lah kesana, sekitar 7 menit. Pas sudah kelar urusannya, saya nengok jam masih 15 menit lagi untuk bus nya nyampe *bus untuk kembali ke asrama.
Berhubung waktu masih memungkinakan saya masuk ke toko untuk beli sabun, jadi singgahlah tu.
Dari arah yang berlawanan di dalam toko, ada seorang bapak, satu anak perempuan kisaran 8 tahunan serta istrinya berjalan berlawanan arah dengan saya. Si bapak dengan gaya khas anak Punk ini langsung nyahut sambil negok saya "Sind wir im Winter? Warum trägt man Kopftuch?"
(Dengan nada menyindir: Kita sekarang masih musim salju? Kenapa pakai jilbab?)
Busett...itu agak jleb sih.
Maksudnya kan gue yang pake pak! ngapain lu yang repot.
Terkecuali kalau gue maksain lu buat pakai tu jilbab, nah itu baru lu protes.*pan yang diwajibkan buat para muslimah bukan musrikin.
Karena memaklumi saya memang hidup dijeman timur, jadi ambil amannya saja. Pura-pura tidak tahu bahasa mereka dan memilih lanjutin apa yg tadi saya lakukan. Ngambil sabun trus menuju kasir. Ternyata si bapak ini masih belum puas. Dia yang tadinya sudah ngantri di kasir yang paling pertama, mau tidak mau saya harus cari kasir lain biar tidak memperpanjang masalah. Jalanlah saya ke kasir yang ketiga dan harus jalan melewati kasir pertama.
Dengan nada yang gemas si bapak tadi lalu menoleh ke arah belakang, seperti hendak mencari saya.
Dan yang benar saja pandangan kita saling bertemu. Suara lelaki bertato itu kembali terdengar "Wozu braucht man Kopftuch in dieser Zeit."  (Untuk apa pakai jilbab di waktu sekarang)
Saya yang segera menuju kasir depan, berjalan dengan tidak memperdulikannya.
     Keluar dari toko dengan hati yang bercampur baur. Nyesel karena nggak balas omongannya, tapi disisi lain senang karena bisa menahan emosi dari hal-hal yang tidak penting seperti tadi.
Sambil nunggu bus yang 8 menit lagi akan sampai. Saya yang masih terus mecoba berdamai dengan hati, dihibur oleh seorang nenek berusia 81 tahun tiba-tiba datang dari arah kanan dan memulai pembicaraan kami dengan tersenyum.
"Woher kommst du?" (kamu asalnya dari mana?) terdengar suara terbata-bata dari arah beliau.
8 menit itu kami habiskan untuk mengobrol. Mulai dari berbincang tentang sejarah jerman dan ceko, tentang kuliah saya dan tentang dirinya yang akan melakukan oprasi lutut kirinya, dalam beberapa bulan lagi.
"Kau kapan selesai kuliahnya nak?" tanya beliau.
"Saya 2018 nek selesainya!" jawabku dengan nada mahasiswa pada umunya *hanya Allah yg tahu kapan penderitaan di kampus berakhir
Dan kau tahu apa kata nenek itu?
Sambil menatapku dengan senyuman, "2018! berarti saya sudah meninggal."
Mashaallah :'( pengen saya peluk tuh nenek.

Bus saya pun datang.
"Itu bus nya sudah datang, ayo masuk!" suara nenek yang mengkahiri pembicaraan kita.
Kami berpisah disana. Saya yang memilih duduk di samping pintu bus menengok ke arah beliau berdiri.
"Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu." gumam saya menyadari keberadaannya yang mendekat ke pintu belekang bus.
Sesegera mungkin saya turun dari tempat duduk dan berjalan ke arahnya.
Kau tahu apa kata dia?
"Kau pasti bisa! waktu sekolah guru wanita saya selalu berkata "Learning by doing". Ayo cepat masuk, pintu bus nya sudah mau ditutup."

Allah :") Ingin menangis.
Bapak ditoko tadi mengajarkan saya kesabaran,sedang nenek ini yang dikirmkan Allah untuk menyembuhkannya.

Oh ya pak! siapa bilang tak ada salju yang turun di musim semi?
Bapak di rumah ada jendela kan?
Ini, salju baru saja turun. Walaupun bukan di musim salju.
Semoga kau tak kesal dengan ku, yang tidak menanggapi perkataanmu kemarin :)
Buat nenek yang memiliki senyuman termanis, makasih sudah mengisi 8 menit saya <3

Begitulah cara Allah menghibur hambaNya. ^_^


Minggu, 17 April 2016

Separuh rindu untuk Mr. B


Mr. Bian!
Lahir 28 Desember 1992.
Tentangga sekaligus orang yang menjagaku selayaknya seorang adik.
Kita berpisah di tahun 2005.
Papa aku, dipindah tugaskan di kota lain.
Sayangnya jejaring sosial masih belum terlalu populer saat itu, sehingga sangat sedikit kemungkinan, kita untuk saling mencari. Akupun tak sempat meminta nomor kontakmu. Maklum saja, anak SD kelas 5 sepertiku tahu apa tentang tukeran nomor.

Juni 2014 aku menemukanmu kembali di Facebook. Betapa senangnya hati ini. Bagaimana tidak? Sudah 9 tahun kita tak saling bersapa seperti dulu. Aku rindu waktu itu, saat kau menunggu di depan rumahku untuk mengaji bersama di rumah pak kyai. "Wah ini beneran dia?" Tak sabar, aku mengutak atik foto di profil FB nya.Wajahnya tak berubah, hanya saja dia lebih terlihat dewasa sekarang. Mahasiswa universitas pasundan bandung? Yah!! tahu gini, saya juga dulu bisa daftar masuk ke uni. yang sama.

1...2...3 bulan aku menunggu, masih tak ada balasan darimu.
Sepertinya kau memang jarang menggunakan jejaring sosial yang satu ini. Aku bisa menebaknya dari sedikit sekali status yang kau tulis, dari pesan dinding ucapan ulang tahun yang tak kau balas satu persatu.

8 September 2013.
Katakan bahwa mereka sedang bersandiwara Bian!
Itu apa-apaan? kenapa mereka mengirim status Rest in Peace di dindingmu?
Oh come on!!!!!! ini tak lucu. Aku belum bilang kalau aku rindu padamu. Aku juga belum cerita tentang keberadaanku di pulau jawa.
Segera aku ambil telepon genggamku dan melacak kebenaran berita ini. Satu persatu teman kecil, aku hubungi.
Dan mereka bilang, benar kau akan di makamkan sore nanti, di tempat pemakaman umum Nabire-Papua.

Tak ada pilihan lain lagi. Segera ku ambil wudhu dan melaksanakan sholat mayat untukmu.
Membaca surat yasin dengan nada membeku.
Aku bersaksi, kalau kita pernah mengaji bersama. Kita pernah belajar sholat bersama.

Entah kapan aku bisa berjumpa lagi.
9 Tahun tak bersama? kini bukan 9 tahun lagi, tapi selamanya.
Alih-laih menunggu penerimaan pertemanan kita, aku lebih baik membatakannya, agar tak terlalu berharap. Berharap dengan seusatu yang selamanya tak akan pasti.

Sekarang aku merasakannya. Kalimat itu!!
"Jika orang yang terkasih bagimu meninggal. Maka yang meninggal itu, pergi dengan membawa separuh hati orang yang ditinggalkan. Dan orang yang ditinggalkan, hidup dengan separuh hati yang tersisa."

Semoga Allah mengampuni dosamu dan meridhoi untuk berada jauh dari neraka yang Ia ciptakan
Salam rinduku dalam lantunan Al-fatihah, untukmu Febian Hayatullah kumaini Hanafi.

Jumat, 15 April 2016

Dibawah Langit Triton Kaimana

Siapa yang tidak kenal dengan kaimana? Salah satu kabupaten di Papua Barat, yang diresmikan pada tanggal 11 April 2003.
Kami menyembutnya negri senja. Negri kecil, yang kaya akan potensi alam dan budaya.
“Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.” Pribahasa yang pas, jika kau berkunjung di negri kami ini.
Maksudnya, kau tidak hanya bisa menikmati senja yang telah ditawarkan langit, tapi juga tentang keragaman suku, bahasa dan keindahan laut.
Cerita ini dimulai, pada bulan April 2012. Saat itu, kaimana menjadi Tuan Rumah MTQ tingkat Provinsi Papua Barat. Tidak heran, jika kami selaku tuan rumah menginginkan yang terbaik bagi para pengunjung.
Ada yang unik disana. Bila ada acara besar seperti ini tiba, kami lebih nyaman menyambutnya dengan cara Tradisional. Salah satunya, memasak makanan dengan menggunakan kayu bakar. Tentang kompfor? Kami memilih melupakannya sejenak. Bukan tak tahu cara menggunakannya, tapi ini cara kami untuk menjaga kerukunan didalamnya.
Di jamin, kau pasti iri dengan keakraban kami. Jangan kau tanyakan tentang agama kami. Jika berkumpul seperti ini, maka jarak antar mesjid dan gereja, tidaklah sejauh itu.
Kebetulan guru Agama (islam) saya Pak Ahmad Nasrauw, termasuk kedalam Panitia penyelenggaraan MTQ. Salah satu tugas beliau adalah menyampaikan undangan ke beberapa kampung dan skaligus menyiapkan kayu bakar untuk perlengkapan konsumsi.
Lalu timbullah inisyatif dari guru kami ini, untuk mengumpulkan dahan kayu kering di beberapa Pulau terdekat. Singkat cerita, saya dan beberapa teman kelas diajak beliau untuk turun ke lapangan. Tentu saja dengan izin orang tua terlebih dahulu. Kami yang keseluruhannya berjumlah 20 Orang (7 perempuan dan 13 laki-laki), siap untuk berangkat keesokan harinya.

Tepat pukul 08:00 WIT, kapal kami bertolak dari pelabuhan kaimana menuju arah tenggara kota ini. Perlengkapan yang kami bawa pun, hanya seperlunya saja. Kami juga mempersiapkan beberapa barang untuk bermalam. Takutnya, waktu tidak memungkinkan untuk kami kembali dalam sehari.
Beberapa pulau sudah kami singgahi, tak terasa sampailah kami pada pulau yg terakhir, “Triton” namanya. Beberapa jejeran pulau kecil, yang sekilas mirip seperti Raja Ampat. Tapi karena Triton ini, belum terlalu di expose, jadi ada baiknya bagi mereka yang mengejar kenyamanan tanpa mengeluarkan banyak Budget untuk hal satu ini.
Jarak tempuh dari Kaimana ke Triton, kurang lebih 2-6 Jam. Tergantung transportasi apa yang digunakan saat itu. Kalau ingin bersantai-santai ria seperti kami, bisa juga menggunakan kapal nelayan dari masyarakat. Soal  harga Transportasi, bisa dirundingkan lagi dengan sang kapten. Berhubung kami sedang melakukan tugas bangsa dan negara, jadi terhitung gratis

Saya harus akui keindahan senja di negri ini. Tapi baru kali ini, tampak sisi lain dari keindahan kota kami. Hanya ada dua kata, saat kapal kami ingin bersandar di pulau ini “TERLALU INDAH”. Pasir putih yg terbentang dipesisir pantai, udara sejuk yang berhasil mengundang keheningan dan air laut yang sekilas seperti kaca. Bukan hanya itu, tak ada jejak kaki disana. Permukaan pasir, yang sedikitpun belum tersentuh oleh kaki manusia.

 “Tssssssss...” Terdengar suara hempasan tubuh seorang teman dari belakang kapal. Suara itu sekaligus, menjadi pembuka keheningan kami. Satu persatu, mulai melompat dengan gaya bebas. Ada yang langsung lompat, ada yang menggunakan pelampung terlebih dahulu kemudian melompat (ini yang tidak tahu berenang), ada juga yang menunggu hingga ke bagian dangkal pantai karena tidak tahu berenang, skaligus tidak ingin memakai pelampung (ini saya).
Melompat kesana kemari dan membangun istana kecil diatas pasir. Tidak terasa, kanvas biru langit mulai berwarna jingga. Kami yang sejak awal, sudah menduga akan bermalam di pulau ini. Tidak begitu terburu-buru, untuk menikmati air laut. Setelah puas bermain dengan air laut. Sesegera mungkin membasuhi tubuh kami dengan air tawar,  yang sudah disediakan pak Ahmad. Beliau memang sudah mempersiapkan segala kemungkinan dengan matang.

Semuanya terlihat sibuk memasang tenda, menyiapkan perlengkapan dapur, menyalakan lampu gas dan ada juga yang mempersiapkan makan malam.Kami sengaja menjulurkan terpal biru diantara tenda putri dan putra. Anggap saja, terpal ini ruang tengah kami untuk berkumpul.Jadwal malam ini adalah sholat, makan malam dan kemudian buat api unggun (sambil membahas jadwal untuk keesokkan harinya). Duduk melingkari api unggun, ditemani nyanyian ombak yang perlahan menghilang.

Tak terasa pagipun tiba. Setelah sholat subuh berjamaah, kami menyantap sarapan (yang sudah disediakan ibu Mina). Setelah itu, bergerak mencari anggrek di sekitaran hutan pulau ini. Alih-alih berniat mencari anggrek, saya dan beberapa teman yang tidak begitu tertarik dengan bunga, berinisyatif untuk menjelajahi sisi lain dari pulau ini. Kami sengaja terpisah dengan kelompok lainnya, demi menjelajahi pulau ini. Dan demi Tuhan. Itu terlalu indah untuk sebuah pulau. Bagaimana tidak! Bayangkan saja, kau berdiri di sebuah tebing yang tidak terlalu curam, lalu dari atas tebing kau disuguhi panorama laut biru tanpa ada pijakan pasir dibawah. Menghirup udara pagi yang membawamu sesaat ke dimensi lain. Mungkin saya akan dengan senang hati, jika tersesat dipulau seperti ini.


Berhubung Batrei Hp saya tak bisa diajak kompromi, jadi foto yang di dapatkanpun  hanya beberapa saja. Tak apalah! Tak perlu lensa kamera untuk menggambarkan keindahan pulau ini. Karena percuma saja, apa yang terbentang luas didepan sana, tak bisa disimpulkan semudah itu dengan hanya memandang sebuah gambar. Percayalah! Ini bukan tentang promosi atau apapun. Hanya ungkapan hati yang jujur akan negri kami. 

(Kiri ke kanan: Hervandy, Khaidir, Wahyu, pak kella, ibu Ria, Christi, Eko, Hajia, Saya)

(Baju Biru itu pak Ahmad guru agama kami)

(Berpose ria dengan anak-anak Rohis)

(Waktu basuh badan dengan air tawar)

(Perjalanan pulang ke kota kaimana)

Selasa, 12 April 2016

22 Tahun

Waktu masih menunjukkan pukul 16:08 (12.4.2016) 
Entahlah seperti apa saya, jika kembali ke 22 Tahun yang lalu. 
Masih berselimut perut mama. Bergerak terbatas dan mungkin tak ada teman bicara. 
Hari ini, hari terakhir saya berada di perut mama. Tepat dibawah jantung dan hati beliau. 
   Umur 22 Tahun.  Saya tak merasa ada yang spesial di sini. Sebenarnya yang spesial inshaAllah ada, tapi tak tampak di mata. Yang spesial "Apakah Allah, meridhoi kehidupan saya selama 22 Tahun di dunia ini?"
Jikapun ingin merayakan, maka saya sendiri tak ada alasan yang kuat untuk merayakannya.
Maksud hati ingin merayakan, tapi tak ada tujuan yang pasti dalam perayaan ini. Hanya tak tahu, atas dasar apa perayaan ini.
Kebetulan besok saya tak ada jam Kuliah seharian. Tak tahulah, apa yang nanti terjadi. 
Semoga saja, cuaca diluar bagus. Setidaknya untuk tidur :D
----------------------------

Minggu, 10 April 2016

Acara Sprachtandenz at Kampus Hocschule Harz

Dan besok adalah hari dimana kami akan tampil untuk menyanyi.
Sprachtandenz atau pertukaran bahasa antar negara.
Setiap tahun kampus kami mengadakan acara ini.

Tepat seminggu yg lalu, ada pesan singkat via WA dari seorang sahabat di kampus. Rupanya dia salah satu pengurus acara Sprachtandenz di kampus kami. Sprachtandenz itu, acara pertukaran budaya di grup2 kecil seperti ini. Kenapa di grup kecil? Katanya biar lebih intensif, jika ada yg mau mengenali bahasa atau budaya satu sama lain. Ada games juga disana, sebagai pencair suasana awal.
Berhubung di kota, sekaligus kampus saya cuma ada 2 org indonesia, jadi kami di minta untuk mengisi acara, yg diadakan pd hari senin lalu 11 April 2016. Syukur ada ezra dan olin yg mau jauh2 datang dari kota seberang. Many thanks juga buat ade Monica yang sudah bersedia di belakang layar.
Teman-teman bisa lihat video di bawah ini, pada acara kemrin.


Walaupun suara kami tak sebagus penyanyi asli, tapi setidaknya mereka bisa mengenali Indonesia dari kami.

Cinta dan Rahasia (Me ft.Ezra) https://www.youtube.com/watch?v=XuQEN6LOhS0
Flashlight (Carolin ft. Ezra) https://www.youtube.com/watch?v=zIjyJQXJ6GY
"Nur mit dir" /Hanya denganmu(Ezra) https://www.youtube.com/watch?v=2eNJMPHrcCU


Selasa, 05 April 2016

Keteduhan malam yang mengantarkan wajah teduh darinya

Udara dingin, hujan, guntur, kilat dan dilengkapi dengan badai malam itu. Membuat hampir tak ada aktivitas manusia di luar sana. Tepatnya kamis malam, aku masih ingat hari itu. Hari dimana ayah mengingatkan kami untuk membaca Al-khaf. Badai, kilat dan guntur sudah redah. Namun di luar rumah, masih tersisa hujan rintik dan udara dingin.
Malam ini tak seperti biasanya ayah dan adikku sholat dirumah, sholat berjamaah dengan aku, ibu dan kakak ati. Sebelum aku lahir, ayah dan ibu sengaja membuat musolah di ruang depan samping ruang tamu. Yang fungsinya selain untuk sholat, kami juga biasa bersenda gurau disana. Mengaji, berdiskusi, bahkan ayah sering membawa bekal ceramah yang beliau dengar di Masjid untuk diceritakan ke kami. Tentu saja bergiliran dengan apin adikku.
Kembali lagi ke suasana malam itu yang dingin dan berembun. Tepat jam 20:15 WIT. Ada suara ketukkan pintu didepan rumah kami. Itu terdengar agak samar, karena beradu dengan bunyi hujan yang turun.
"Assalammualaikum! Assalamualaikum!" terdengar suara seorang lelaki.
"Walaikumsalam!" balasan salam dari ayah, yang membuat aktivitas kami berhenti sejenak.
"Ayah! balas salam dari siapa? memangnya ada yang beri salam?" tanya ibu penasaran.
"Lah ibu gak dengar? itu ada orang diluar." jawab ayah sambil berdiri menuju ruang tamu.
Aku, ibu dan kakak saling bertatapan penuh tanya. Siapa yang bertamu dengan cuaca tak berahabat sperti ini? Mungkin mendesak.
"Eh silahkan masuk!" sapa ayahku dengan nada bersahabat.
Nampaknya ada 2 suara lelaki diluar sana. Mungkin teman ayah.
Tak berapa lama kemudian. Ayah memanggil kakak untuk menyeduhkan minuman hangat untuk para tamu.

Jam dinding menunjukkan pukul 20:30. Sudah 15 menit mereka berbincang, namun pembahasan kali ini sepertinya sangat serius. Dari suara ayah dan kedua tamu ini, nampak suara pak kyai yang paling khas dari suara tamu lelaki yang satunya.
Setelah kakak balik dari ruang tamu, tak menunggu lama untuk mewawancarainya.
"kak! Itu pak Kyai dengan siapa?" bisik ku.
"Nggak tahu dek, mungkin anak muridnya pak Kyai. Kakak juga belum pernah lihat sebelumnya."jawabnya dengan santai.
"Kak! wajah lelaki yang sama pak kyai itu adem banget ya k'!" masih dengan suara berbisik.
"Loh kok kamu tahu? kakak aja yang ngantarin minuman kedepan gak tahu." tanyanya heran.
Sambil cekikikan "iya hehehe tadi aku ngintip di balik pintu."

[Beberapa menit kemudian]
Ayah memanggil ibu untuk bergabung dengan mereka, tak lupa juga dengan ati, kakakku.
Aku yang sejak tadi sudah di buat penasaran oleh niat kedua tamu ini, masih memikirkan berbagai kemungkinan di dalam musolah. "Mungkin mereka sedang berdiskusi untuk acara di masjid dua minggu mendatang. Atau mungkin (sambil senyum) itu calon suami kakakku yang dijanjikan Allah selama ini hihihi aamiin.
"Jadi begitu bu, kedatangan kami, kiranya bapak sekeluarga bisa merespon maksud kedatangan kami, paling lambat 3 hari lagi. Jika sudah siap, bapak bisa memberi kabar kepada saya. Ini nomor saya." sambil menyodorkan kartu nama pak kyai.
"Makasih banyak pak! maaf mengganggu waktunya. Kami pamit dulu!" lanjut pak kyai.
Saya yang tak begitu dengan jelas mendengar percakapan mereka, berusaha menyibukkan diri dengan membereskan sajadah dan mukena yang tadi kami gunakan.
 "Iya hati-hati pak! Salam buat ibu dirumah!" suara lembut ibu mengantarkan mereka di depan pintu.

[Akhirnya kami kembali berkumpul di musolah]
Adikku apin yang sudah sejak tadi beranjak ke kamarnya, tidak sedikitpun menghilangkan niatku untuk mengikuti jejaknya (tidur terlebih dulu dan kehilangan informasi penting ini).
Suara ayah segera menutupi keheningan.
"Menurut ayah, tak ada salahnya kamu ikhtiar kak. Isi biodata ta'aruf kamu yang dikasih pak ustad tadi. Jika kamu siap dan mengisinya. Maka ayah akan mengabarkan pak kyai secepatnya. Atau ada baiknya, kamu istikhoro dulu. Kalau setelah 3 hari kamu masih belum yakin dan masih ingin istikhoro, nanti ayah minta waktu lagi untuk kamu. Bagaimana bu?" menoleh ke arah ibu.
"kalau ibu inshaallah yakin, pilihan kamu adalah pilihan ibu juga. Ibu sudah memberikan yang terbaik untuk mendidik anak-anak ibu. Jadi inshaallah, kamu bisa terapkan ajaran itu, untuk menjadi amalan sekarang." jawab ibu.

"Jadi kau dilamar kak? wah hahahaha...akhrinya laku juga! Alhamdulillah ya Allah." Kegilaanku kemudian kambuh. Padahal kakakku yang dilamar, aku yang senang. Syukurnya kegilaan itu tidak berlangsung lama. Tatap mata ibu yang seperti ingin mengusirku keluar dari ruangan, membuat suasana kembali hening.
"Sebelumnya trimakasih karena ayah dan ibu, sudah berkenan mendengar pendapat saya. InshaAllah nanti malam dan beberapa hari kedepan saya akan sholat istikhoro dulu. Setelahnya jika saya yakin, maka jawabannya akan saya sampaikan ke ayah dan ibu segera. Saya juga mohon doa agar Allah memudahkan segalanya dan inshaAllah memberikan yang terbaik pula." jawabnya dengan bijak.

"What???? hahaha sudah kayak di sinetron saja. Itu tadi barusan mereka sedang main film kan? hahaha..kenapa si kupret ini berubah jadi bijak hahaha (sambil senyum-senyum sendiri)"

"Baiklah! Kita sudahi saja diskusi ini. Ayo tidur! Biar bisa bangun qiyamulail." ajak ayah.
"Loh kita yah? kan cuma kakak yang sholat." (cetusku)
"Ketahuan jarang sholat malam kamu dek! (sambil menjulurkan lidah kearahku)."
Aku yang tak bisa membalasnya, hanya bisa terdiam. Memang benar, diantara keluarga kami, kakakku lah yang paling rajin beribadah sunnah. Tentang sholat wajib? jangan tanyakan lagi, beliau yang sering mengajak aku dan ibu, jika menunda-nunda sholat.

[3 Haripun berlalu]
Semalam kakak, ayah dan ibu sudah berdiskusi kembali soal ini. Dengan jawabannya, aku dan adikku pun tak tahu menahu soal kelanjutan ceritanya.
Aku baru tahu dua hari kemudian dari beberapa lembar kertas yang tertata rapi diatas meja kerja kakak.
"Biodata Ta'aruf" Jrengggg....
Niat awalku mau membacanya. Hanya saja, sudah dicegat duluan oleh si calon pengantin wanita ini. Acieeee...
"Baca sama-sama yuk! Tapi panggil ibu juga." ajak kakakku.
Wahhhh hahaha siap bos! aku panggil ibu dulu.

Singkat cerita, ini ikhwan adalah lulusan UGM Jogjakarta. Beliau sekarang bertugas di Padang sebagai dokter anak. Beliau yang kebetulan tinggal di jogja dan beberapa tahun lalu tak sengaja bertemu kakakku waktu sedang kuliah di Solo. Mereka bertemu, saat kakakku berkunjung ke jogja, entahlah tepatnya dimana. Nah dari situ, timbul rasa suka. Cumannya kata si pak dokter ini, waktu itu dia masih sibuk ngurusin kuliah dan belum siap untuk memikirkan hal lain. Si pak dokter ini sebelumnya memang tidak bertegur sapa dengan kakakku. Tapi beliau diam-diam mencari tahu kakakku lewat beberapa perantara. Terutama lewat sosial media. Sejauh ini, hanya itu yang aku masih ingat tentang si ikhwan ini.
Sholat wajib inshaAllah lancar, mengaji juga lancar inshaAllah. Bagaimana tidak? sebelum memutuskan untuk bekerja sebagai dokter di padang (kota kelahirannya). Beliau sempat mondok di pesantren Al Huda Solo.
Untungnya, Allah membantunya menyimpan perasaan yang selama ini ia pendam.
Usut punya usut, istri dari pak kyai ini ada darah padang juga. Jadi si ikhwan ini sekalian mencari info orang padang yang tinggal di kota kami.
Oh iya, namanya Muhammad Azmi abdillah (yang mana arti Azmi sendiri adalah keteguhan hati *ini juga aku cari artinya di google).
MashaAllah :') jadi iri aku padamu kak.
Dalam semalam saja, Allah buat semuanya menjadi jelas. Jadi untuk apa kau takutkan? Dan saat itu seluruh alam semesta bergema takbir untuk merayakan kesabaranmu. Hanya sebentar saja kak, sebentar lagi. Perkaya hatimu dan lisan dengan dzikir, dengan kalimat yang baik lagi menenangkan.
Tetap pertahankan amalan wajib dan perbanyak amalan sunnah.
Semoga Allah, para penghuni surga, serta para penghuni bumi ikut senang dengan hari itu.
Hari dimana kau diserahkan dengan ikhlas dari ayah, ke tangan lelaki asing yang menjadi penuntunmu ke surga Allah.
Secepatnya :D